Minggu, 27 Maret 2016

Memahami Buah Hati

Memahami Setiap Karakter Demi Masa Depan Mereka

Bertemu dengan salah seorang ibu, merespon dan salut akan pembacaan karakter yang dilakukan terhadap anak saya, membuat saya memikirkan bajwa ternyata tidak semua orang tua khususnya ibu bisa kembaca dan memahami anak.
Jadi teringat akan seorang dokter hewan di suatu tempat, dia menganggap dirinya bisa bicara dengan pasien hewannya. Mulai dari sakit perut, tidak doyan makan dll. Sebenarnya hal ini merupakan hal pembiasaan, instinc saja, bahkan karena sudah sering saja berinteraksi dengan hewan.
Begitu pula seorang ibu, jika banyak membaca anak dengan mengamati sikap, bahasa dan gerak-geriknya, banyak bicara dengan mereka, banyak bermain dan belajar bersama, menghabiskan waktu bersama.


Sabtu, 06 Februari 2016

Mencintai Memaknai

Tidak mudah memang dalam mendidik anak. Hal yang fitroh mereka terlahir sebagai sosok yang berbeda dengan satu dan lainnya.
Menjadi orang tua artinya harus siap menjadi contoh secara langsung. Di awal usia mereka, mereka meniru tiap perkataan, gerak, mimik wajah hingga segala kemampuan mereka didapat dari mencontoh.

Disinilah pesan "berat" menjadi pendidik anak. Bahwa ada pengawas setia atas setiap perilaku kita, meniru adalah hal biasa baginya, mengulang adalah keseharian mereka.

Alangkah baiknya jika pengulangan mereka, menirunya mereka adalah diawali dari duplikasi pemahaman buah pemikiran. Biarkan akal mereka berpikir dan dioptimalkan ketika menjalani medan kehidupan. Mereka memulainya dari rasa ingin tahu, bertanya, mengkritisi, memahami lalu melakukan.

Kelak ketika mereka dewasa, mereka akan menjadi pribadi yang "khas" karena terbiasa akal mereka dioptimalkan, membedakan hal baik dan buruk, mencoba mencerna dan bersikap dewasa.

Melindungi mereka ada batasnya, menjaga dan menasehati mereka ada waktunya. Sehingga kelak, dalam banyak hal mereka akan mulai belajar memutuskan, menyelesaikan masalah mereka, dan menentukan pilihan mereka.

#UntukAnakku
#SyahidahNidaKhofiyyan
#ZidniyFazaMuthmainnah
#GhoidaYumnaAzizah
#AysarAkhtaroAttabikSyuhada


Selasa, 21 Juli 2015

Obyektifitas dalam Mendidik

Betapa banyak orang tua ciptakan aturan dalam rumah tangga mereka.
Dan tak jarang orang tua pun memberikan batasan terhadap anak mereka.
Memang benar, bahwa orang tua adalah pendidik pertama dan utama untuk anak-anak.
Memang benar pula, bahwa orangtua punya hak dalam memberikan atiran dalam rumah tangga.
Tapi saya kurang sepakat, jika aturan itu tidak obyektif.
Maksudnya adalah seringkali orang tua dengan kediktatoran mereka, mereka menciptakan aturan main sendiri untuk anak.
Begitu pula kadangkala orang tua tidak memiliki standar baku dalm mendidik anak mereka.
Hal yang sepantasnya dilakukan, menurut saya....
Anak kita adalah amanah Allah SWT, mereka adalah titipan, sehingga pada dasarnya mereka bukanlah milik kita.
Lalu masalahnya dimana?
Masalahnya adalah seharusnya orang tua menstandarkan aturan dalam keluarganya adalah dengan aturan Allah, Sang Pencipta.
Allah menciptakan manusia sudah lengkap dengan seperangkat aturan yang komplit.
So, kenapa manusia malah buat aturan sendiri?
Orang tua seharusnya termotivasi untuk mengkaji ilmu yang sudah Allah turunkan. Bukan malah sibuk mencipta dan mengarng aturan main sendiri.
Jalani peran sebagai ortu, dengan sebaik-baiknya, dekatkan diri pada Allah, cari dan gali terus ilmuNya, maka disanalah obyektifitas dan pendidikan terbaik akan diraih.

Let's just think ....and do your best.
De.lovely

Kamis, 19 Maret 2015

Mengembalikan Peran Ibu Sebagai Pendidik Generasi


PEMUDA adalah bagian penting penerus masa depan bangsa. Berdasarkan sumber dari  BKKBN tahun 2012, jumlah pemuda Indonesia adalah lebih dari 70 juta orang. Di mana setara dengan 13 kali lipat penduduk negara Singapura. Pemuda dengan visi ideologis adalah daya dorong bagi bangsa Indonesia untuk bangkit mewujudkan perubahan hakiki menuju Indonesia dan dunia yang lebih baik.

“Namun sangat disayangkan, potensi yang sangat strategis tersebut telah dibajak oleh para kapitalis sehingga dalam diri mereka tidak tergambar potensi pemuda sebagai agent of changedan iron stock,” tandas Iffah ‘Ainur Rochmah, Jurubicara Muslimah HTI dalam press rilisnya kepada Islampos, Senin (05/11/2012).

Berbagai macam pembajakan  tersebut antara lain adalah adanya kebijakan pemerintah yang memudahkan para pemuda mengakses kondom serta pornografi dan pornoaksi dalam berbagai bentuk. Disisi lain, para pemuda dan mahasiswa juga dihadapkan pada orientasi hidup yang materialistis. Sehingga mengakibatkan kepekaan mereka terhadap kondisi masyarakat menjadi tumpul, tidak kritis serta tidak mampu memberikan solusi terhadap permasalahan bangsa, tambahnya.

Di lain pihak. Pemerintah telah menyiapkan program pembangunan untuk para pemudinya. Program ini merupakan program dunia yang diserukan oleh UN-Women yang dikenal dengan nama “Full Participation Age” (Abad Partisipasi Penuh). Program tersebut menyebutkan bahwa ada dua prioritas utama yang harus ada dalam setiap program pembangunan suatu negara yaitu pemberdayaan ekonomi dan politik bagi perempuan yang lebih massif lagi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Menanggapi program pemerintah tersebut, Iffah ‘Ainur Rochmah menjelaskan, Abad Partisipasi Penuh Perempuan ini adalah pemberdayaan semaksimal mungkin secara ekonomi dan politik. Sehingga konsekuensinya justru para pemudi tidak akan berpikir optimal untuk menjalankan peran mulianya sebagai ibu bagi anak-anaknya dan ibu bagi generasi bangsa ini.

Kenapa? Karena anggapan bahwa peran sebagai ibu ini tidak memberikan dampak ekonomi dan politik yang signifikan. Karena, kapitalisme memang hanya menghargai sesuatu yang menghasilkan uang. Sedangkan peran perempuan sebagai ibu dan pendidik adalah peran yang tidak mendatangkan uang menurut pandangan kapitalis ini, lanjutnya.

Sehingga perempuan perlu didorong untuk berkontribusi dalam perekonomian negara. Tapi, akibatnya, peran dan fungsi ibu sebagai pendidik generasi terabaikan. Maka tidak asing saat ini kita temukan generasi tawuran, pecandu narkoba dan obat-obatan terlarang, pecandu free sex, generasi pembebek budaya asing, alay dan generasi yang lemah dan miskin solusi masalah bangsa, jelas Iffah panjang lebar.

Sebagai sumbangsih pemikiran guna memberdayakan potensi pemudi itu. Jurubicara Muslimah HTI Iffah ‘Ainur Rochmah menyampaikan, salah satunya adalah diselenggerakannya Konferensi Muslimah Jawa  Timur pada hari Ahad, 4 November 2012 dengan tema “Khilafah : Visi Baru Pelajar dan Mahasiswa Menjawab Tantangan Global Pemberdayaan Generasi”

 

“Pemberdayaan perempuan melalui strategi full participation age ala kapitalisme pada dasarnya menjadikan perempuan sebagai mesin produksi ekonomi semata. Kaum perempuan dieksploitasi di semua lini. Akibatnya, hancurlah tatanan keluarga dan masa depan generasi. Karenanya mesti ada upaya penyadaran agar perempuan muslim tidak terjebak arus kapitalisme yang menipu ini dan kembali kepada fungsi utamanya sebagai ibu dan pendidik generasi” sambung Iffah.

Copas from IslamPos

Sabtu, 14 Maret 2015

Kalian Adalah Surgaku

14 Maret 2015

Mendidik buah hati bukanlah hal yang mudah. Semua bisa kita pertaruhkan hanya demi output terbaik.
Tak heran jika banyak orang tua yang menilai krmajuan dengan ukuran kelas dan materi, mereka akan menyekolahkan anak mereka ke sekolah elit, international school atau sekedar les tambahan yang full time.
Tidak salah jika itu dilakukan. Toh orang bersikap memang sesuai dengan pemahamannya.😊

Tapi bagiku, anak adalah aset masa depan orang tuanya. Bagiku bukan sekolah yang harus mahal,elit yang sesuai dengan pilihanku. Bagiku sukses anakku jika mereka memahami bahwa orientasi hidup mereka adalah hanya untuk meraih ridho Allah, pencipta mereka. Bahagianya jika mereka memahami,bahwa hidup singkat ini harus disiapkan sebaiknya.
Demi surga mereka lahir ke dunia..